AGAMA DAN KEBERADAANYA (MAKALAH SOSIOLOGI AGAMA)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat
adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup, dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam
bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen. Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Agama
adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci
yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul
kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat
manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang
disukai.
Kaitan agama dengan masyarakat
banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan
figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang ati
dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi
dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada
pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan
ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu
dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan
masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan
sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama dalam masyarakat
penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk kepada
hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Contoh kasus akibat tidak
terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana
bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan
oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman
dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya
consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang
bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna bagi kehidupan
kelompok.
Tujuan
Adapun tujuan dari penenitian
ini adalah untuk mengetahui kajian tentang agama dan masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
Asal Mula Agama
Agama terdiri dari dua suku kata yaitu ‘a’ yang berarti
‘tidak’ dan ‘gama’ artinya ‘kacau’, dari bahasa sansekerta yang artinya ‘tidak
kacau’. Yang dimaksud adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia
agar tidak kacau.
Dalam bahasa Inggris disebut ‘religion’ atau ‘religie’ dalam bahasa Belanda.
Keduanya berasal dari bahasa Latin ‘religio’, dari akar kata ‘religare’ yang
berarti mengikat. Berdasarkan arti ini, ia berpendapat bahwa “ agama adalah
keterikatan sekelompok manusia dengan Tuhan atau dewa “.
Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata ‘al din’
dan ‘milah’. Kata ‘al din’ mengandung berbagai arti : al mulk (kerajaan), al
khidmat (pelayanan), al ‘izz (kejayaan), al dzull (kehinaan), al Ikrah
(pemaksaan), al Ihsan (kebajikan), al aadat (kebiasaan), al Ibaadat
(pengabdian), al qahr wa alsulthoon (kekuasaan dan pemerintahan), al tadzallul
wa alkhudhuu’ (tunduk dan patuh), al thoo’at (taat), al Islaam al tauhied (penyerahan
dan mengesakan Tuhan).
Dalam pengertian sosiologi “ agama adalah gejala sosial
yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa
kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari
sistem sosial suatu masyarakat.Dari sudut kategori pemahaman manusia, agama
mempunyai dua segi yaitu :
Kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi
subjektif atau kondisi dalam jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan
oleh penganut agama. Emile Durkheim menyebut kondisi tersebut dengan ‘Religious
Emotion’ (emosi keagamaan).
Segi objektif
(objective state), yaitu segi luar yang disebut juga kejadian objektif, dimensi
empiris dari agama. Segi ini dapat dipelajari apa adanya melalui metode ilmu
sosial.
Definisi Agama
Definisi agama menurut Durkheim
adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang
berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek
yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada
dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu
“sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak
harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama
tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama
lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu
dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya,
yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro
puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya
yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan
didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas
umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
Kepercayaan pada hal-hal yang
spiritual
Perangkat kepercayaan dan
praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri
Ideologi mengenai hal-hal yang
bersifat supranatural
Ruang Lingkup Agama
Secara garis besar ruang lingkup
agama mencakup :
1.
Hubungan manusia
dengan tuhannya
Hubungan dengan
tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada
tuhannya.
2.
Hubungan manusia
dengan manusia
Agama memiliki
konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar
tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan
manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai
contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
3.
Hubungan manusia
dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap
ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk
hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
Fungsi dan Peran
Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan
agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di
masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga
masyarakat merasa sejahtera, aman, dan stabil. Agama
dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
Fungsi edukatif
Agama
memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya
(fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan
lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi)
pendalaman rohani, dsb.
Fungsi penyelamatan
Bahwa setiap manusia
menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati.
Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu
manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan
dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya
dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali
manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol
sosial yaitu :
1.
Agama meneguhkan
kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga
masyarakat.
2.
Agama mengamankan
dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik) dari serbuan
destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
3.
Fungsi memupuk
Persaudaraan.
4.
Kesatuan
persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia
yang didirikan atas unsur kesamaan.
5.
Kesatuan
persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalisme, komunisme,
dan sosialisme.
6.
Kesatuan
persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung
dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
7.
Kesatuan
persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam
persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja
melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam
dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama.
Fungsi transformatif
Fungsi transformatif disini
diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama
dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan
menurut Thomas F.O’Dea menuliskan
enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:
1.
Sebagai pendukung, pelipur
lara, dan perekonsiliasi.
2.
Sarana
hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
keagamaan.
3.
Penguat norma-norma
dan nilai-nilai yang sudah ada.
4.
Pengoreksi fungsi
yang sudah ada.
5.
Pemberi identitas
diri.
6.
Pendewasaan agama.
Agama memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita
lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut
intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip.
Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya
sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
Pengaruh Agama
Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan
dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah mengarahkan perhatian manusia
kepada masalah yang penting yang selalu menggoda manusia yaitu masalah “arti
dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga
kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin,
penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama
menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari
jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia
beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan
“terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir
ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga
indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional,
malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan
kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa
ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang
berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah
mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan berbagai bangsa sampai pada
kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling mendasar dari
kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun negatif. Masyarakat
adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus yang
dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir
(jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan
teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan
oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis
komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan
pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator
ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan
kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh
agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau
pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat
negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal
yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi
masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif.
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran
agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota
beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari
sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok
keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama
adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan,
mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama
juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan,
memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini
merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok
pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan
eksistensi pemeluk agama lain
Pengaruh Agama
Terhadap Stratifikasi Sosial
Didalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial yang mempunyai pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi rendahnya dalam masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda yang berdiri yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas. Stratifikasi sosial itu tidak sama antara masyarakat satu dengan yang lain karena setiap masyarakat mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara tangga yang satu dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukan lapisan sosial setingkat . Contoh pengaruh agama terhadap stratifikasi pada golongan petani, sikap mental golongan petani terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana mereka hidup, yang antara lain adalah faktor klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin dan musim panas, yang sejalan dengan musim kering dan musim penghujan. Golongan petani selalu bergumul dengan pemainan hukum alam (pertanian). Hukum cocok tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani lebih cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis (supra-empiris) guna membantu mereka dalam menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari pengadaan sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di Indonesia mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai sekarang ini banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.
Perkembangan Agama Dalam
Masyarakat
Seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada
pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa pada
masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh
teknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam
kurun waktu terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis
seperti Rusia, RRC, Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak
sesuai dengan ideologi negara tersebut, tetapi beberapa orang berhasil
mempertahankan agama tersebut, bahkan umat beragama semakin meningkat. Dengan
mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu yang salah dalam pemikiran,
tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan mengetahui apa yang
dipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami apa arti
sebuah agama dam manfaatnya.
Karena semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan yang demikian dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami
penyempurnaan dan revisi. Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu
pengetahuan dengan kebenaran yang diperoleh dari informasi agama. Pemeluk agama
meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal, sementara
kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi
bagian dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang dikatakan David Tracy
bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dimensi religious, karena untuk dapat
dipahami, dan diterima diperlukan keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan
agama.
Daftar Pustaka
Haryawantiyoko.Katuuk, Neltje F.MKDU Ilmu Sosial
Dasar.1996.Jakarta:Penerbit Gunadarma.
Sumber Internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
http://eliana-hubunganagamadanmasyarakat.blogspot.com/
http://karinarisaf.blogspot.com/2011/01/agama-dan-masyarakat.html
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-92303-Makalah-Evolusi%20Agama%20dari%20Sudut%20Pandang%20Sosiologis.html
Tags : Jurnal Sosiologi